Kumpulan Buku Lembaga Studi Realino Edisi 1990-2000

1. Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa)

1992

Karya/ Editor: Richard A Shweder Dan Byron Good

Sinopsis :
Perempuan adalah lebih daripada sekedar seorang bertubuh “wanita” (=bukan pria) yang selama ini dianggap sebagai sebuah “masalah” sosial. Permasalahan yang oleh pihak penguasa tertentu perlu dicarikan jalan keluarnya dengan tujuan memanfaatkan sebesar-besarnya peran wanita untuk kepentingan sepihak. 

Studi perempuan menjadi mendesak dilaksanakan pada masa kini karena hal ini adalah gerakan berpikiran dan kebudayaan baru. Sebuah gerakan dekostruktif untuk meletakkan laki-laki maupun perempuan dalam kemanusiaannya. Para penulis dalam buku ini bersiasat dalam kompetensi bidang studi mereka secara lintas ilmu dan menyajikan kasus-kasus kajian antar-budaya. Buku ini tidak sekedara menjawab mengapa perlu mengerjakan “Studi Perempuan” tetapi mengusulkan juga bagaimana sebaiknya dikerjakan.    
 

2. Nilai-Nilai Etis dan Kekuasaaan Utopis : Panorama Praksis Etika Indonesia Modern

1992

Karya/ Editor : Budi Susanto,
 

Sinopsis :
Etika dan kekuasaan secara praktis sering harus bersaing dalam mempertanggungjawabkan tindakan manusia secara benar dan adil. Nilai moral tradisional berdasar golongan SARA yang beku, dalam sejarah Indonesia terbukti selalu rawan bilaman masyarakat tidak sanggup menyiasati kekuasaan secara etis. 


Kekuasaan dan siasat etika akhir-akhir ini dituntut untuk berdialog menanggapi keterbukaan dan globalisasi kehidupan dunia modern. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat tetap memilih hidup dalam kebersamaan yang lebih baik, tanggap terhadap perubahan dan bahkan membutuhkan penguasa-penguasa yang mampu berpikiran utopis. Bagi pembaca, buku ini berguna untuk menambah informasi, memperluas visi dan pandangan, memperdalam kesetiaan pada pendapat pilihan, memperkembangkan kekhasan pendapat etis yang suda dimiliki. 

3. Peristiwa Yogya 1992 : Siasat Politik Massa Rakyat Kota

1993

Karya/ Editor: Budi Susanto,SJ 
 

Sinopsis :
Pesta demokrasi dan hasil yang diharapkan oleh pemerintah Orde Baru adalah mirip kehadiran para tamu yang memberi restu dalam sebuah Resepsi Pesta Perkawinan. Mereka yang diundang itu dengan sabar menyaksikan urutan upacara yang dipertunjukkan secara hampir sempurna sebagaimana sudah diramalkan sebelumnya. 


Demokrasi (berasal dari istilah bahasa Yunani “demos kratos”) mempunyai makna yang sesungguhya sangat lentur ketika harus diterjemahkan atau dinyatakan isinya dalam praktek hidup sehari-hari. Pesta demokrasi 1992 di Yogya sebagaimana dilukiskan dalam buku ini menunjukkan kerapuhan sebuah rekayasa politik. Produk rekaan demi politik kebudayaan yang selama ini dikemas rapi dan ilmiah ini, lalu, seakan-akan mampu membuat hadir (presence) konsep atau nilai bermakna demokratis. Kasus istimewa atau aneh-aneh dalam “Peristiwa Yogya 1992” menunjukkan luapan jantung hati (dan akal sehat) dari massa rakyat yang merasa tidak cocok bilamana unsur-unsur demokrasi sejati ternyata mangkir (absence) dari kehidupan sosio-budaya mereka. 


Buku ini melukiskan kisah-kisah dari peristiwa Pemilu 1992 di Yogya yang akan membantu para perekayasa politik kebudayaan mempunyai pemahaman baru tentang kebudayaan politik dari pihak massa massa rakyat. Lembaga perwakilan, dana dan senajata saja adalah rapuh dan tidak cukup untuk meng-kuasa-i kehidupan sosio-budaya massa rakyat (demos) akanmudah menjadi “anarkis” dengan aneka siasat kebudayaan politis bilamana dasar dan hak kekuasaan (kratos) mereka terus-menerus dibungkam atau dimandulkan.  

4. Politik Penguasa & Siasat Pemoeda : Nasionalisme dan Pendudukan Jepang di Indonesia

1994

Karya/ Editor: Budi Susanto,SJ dan A. Made Tony Supriatma
 

Sinopsis
Kemerdekaan bangsa pada tahun 1945 yang masih menghasilkan mentalitas rakyat Indonesia, masih terus berevolusi dan berguna untuk menasionalisasikan kerawanan primordialisme SARA. Nasionalisme dapat tampil sebagai muara propaganda milik penguasa; misalnya dalam propaganda militer Jepang 1942-1949. 
Sejarah adalah studi untuk memperoleh makna baru bagi masa kini dari data-data masa lalu. Sejarahwan diharapkan mampu menemukan pertanyaan-pertanyaan baru (untuk masa kini) terhadap teks, data dan sumber lain dari masa lalu. Sesudahnya, dia harus mencari lagi data-data baru untuk menjawab pertanyaan termadsud. 
Buku ini mengkaji kembali kisah masa lalu tentang mentalitas nasionalisme bangsa Indonesia. Buku ini berguna bagi para antropolog, sosiolog, ahli ilmu politik dan pemerhati lain dalam masalah kemanusiaan yang punya perhatian dan keprihatinan tentang nasionalisme- juga untuk masa kini.   


Editor
Konsep Pemimpin dalam masa pendudukan Jepang : Drs Dwijo Atmoko, M.A 
Militansi Pemuda Pejuang Bersenjata RI : Dari pendudukan menuju ke pertempuran : Drs Aton Haryono
Pengaruh pendudukan Jepang Terhadap Kebudayaan Nasional Indonesia : Dr. P.J. Soewarno, S.H 
Sastra Indonesia dalam konteks pendudukan Jepang : Drs. B. Rahmanto 

5. Pariwisata Indonesia : Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan

1994

Karya/ Editor: Dr. James J. Spillanes, S.J 
 

Sinopsis :
Seri monografi 1. Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa)
Para penulis buku ini bersiasat dalam berkompetensi bidang studi mereka secara lintas ilmu  dan menyajikan kasus-kasus kajian antarbudaya. Buku ini tidak sekedar menjawab mengapa perlu mengerjakan Studi Perempuan, tetapi mengusulkan juga bagaimana sebaiknya dikerjakan. 

ISBN 979-413-931-9

Seri monografi 2. Nilai-nilai Etis dan Kekuasaan Utopis
Kekuasaan dan Siasat Etika akhir-akhir ini dituntut untuk berdialog menanggapi keterbukaan dan globalisasi kehidupan dunia modern. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat teteap memilih hidup dalam kebersamaan yang lebih baik, tanggapan terhadap perubahan dan bahkan membutuhkan penguasa-penguasa yang mampu berpikiran utopis. 
ISBN 979-413-942-4


Seri monografi 3. Peristiwa Yogya 1992 Siasat Politik Massa Rakyat Kota 
Buku ini melukiskan kisah-kisah dari peristiwa Pemilu 1992 di Yogyakarta yang akan membantu para perkayasa politik kebudayaan mempunyai pengalaman baru tentang kebudayaan politik dari pihak massa rakyat. Lembaga perwakilan, dana dan sejata saaj adalah rapuh dan tidak cvukup untuk meng-kuasa-i kehidupan sosio-budaya massa rakyat. Karena dalam saat dan tempat yang tepat pihak rakyat (demos) akan mudah menjadi “anarkis” dengan aneka siasat kebudayaan politis bilamana dasar dan hak kekuasaan (kratos) mereka terus-menerus dibungkam atau dimandulkan. 
ISBN 979-497-081-6


Seri monografi 4. Politik Penguasa & Siasat Pemoeda Nasionalisme dan Pendudukan Jepang di Indonesia
Buku ini mengkaji kembali kisah masa lalu tentang mentalitas nasionalisme bangsa Indonesia. Buku ini berguna bagi paara antropolog, sosiolog, ahli ilmu politik dan pemerhati lain dalam masalah kemanusiaan yang punya perhatian an keprihatinan tentang nasionalisme- juga untuk masa kini. 
  
ISBN 979-497-097-2

6. ABRI : Siasat Budaya 1945-1995

1995

Karya/ Editor: Budi Susanto,SJ dan A. Made Tony Supriatma
 

Sinopsis :
Sesudah limapuluh tahun RI memaklumkan kemerdekaan, usaha memperkembangkan massa rakyat Indonesia yang adil dan makmur masih saja rapuh dengan pertentangan kepentingan antar SARA (Suku, Agama, Rasial dan Antar Golongan Sosial). Kerapuhan itulah yang membuat ABRI – meski sebenarnya adalah golongan bala tentara yang bersenjata – tetap berpegang teguh untuk ber-Dwifungsi dan menyatakan diri tidak perlu Back To Barack. Kalaupun selama ini massa rakyat bersedia mendengar dan mengingat-ingat pernyataan ABRI tersebut, hal itu toh terjadi tidak lain karena kejelian ABRI untuk bersiasat kebudayaan sebagaimana diungkapkan dalam tekad para pemimpin dan perajurit ABRI untuk Back To Basics. 

Berkat pembaharuan kajian postmodern dalam pengetahuan semiotik (de)konstruktif, buku monografi ini bertujuan untuk memaparkan jejak langkah dari siasat kebudayaan yang pernah ditapaki oleh ABRI (1945-1995) ketika secara revolusioner membuat sejarah dan memantapkan peran Dwifungsinya di tanah air milik seluruh bangsa Indonesia merdeka ini. 
Dengan menyimak teks monografi ini, para pembaca budiman (antropolog, sosiolog, ahli ilmu politik dan pemerintahan, ekonom, warga ABRI, dll) diharapkan mampu ingat untuk lupa terhadap hal-hal yang sesungguhnya tidak basic kalau mereka perlu mempercakapkan dan mengusahakan konsensus nasional ketika konflik SARA terlanjur muncul di antara warga massa rakyat. 

7. Penguasa Ekonomi dan Siasat Penguasa Tionghoa

1996

Karya/ Editor: Budi Susanto, SJ, A.Made Tony Supriatma, A. Sudiarja, SJ, Didi Kwartanada, T. Hani Handoko 

Sinopsis :
Golongan Tionghoa Indonesia modern merupakan golongan minoritas yang sering dipandang dengan berbagai prasangka rasial. Ironisnya, status minoritas ini ternyata justru berubah sedemikian sehingga berjaya di bidang ekonomi. Karena itu, patut dipertanyakan : sugguhkan semua prasangka yang ditimpakan pada golongan ini merupakan hal yang paling dasariah dari situasi sosial masyarakat Indonesia saat ini? 


Diawali dengan mengemukakan peranan golongan Tionghoa pada zamana penjajahan, monografi ini termasuk ke dalam permasalahan. Selanjutnya dinyatakan bahwa ingatan tentang ajaran dan nilai dari “tanah leluhur” ternnyata masih hidup dengan perubahan seperlunya. Bahkan ajaran seperti hokie, hong-sui dan hopeng yang sesungguhnya bertujuan untuk menghindari nasib buruk justru bisa di rekayasa sedemikian rupa untuk mengelolah ekonomi. Di samping itu, kehadiran para penguasa Tionghoa ternyaat dalam arti tertentu diperlukan untuk mendukung kehadiran aparat yang berkuasa secara politis. 


Dari kenyataan tersebut, monografi ini hendak mengajak kita merefleksikan : betapa tidak jelasnya prasangka rasial yang sering ditimpakan pada golngan minoritas ini. Sehingga akhirnya kita akan menemukan bahwa mereka pun sesungguhnya tidak berbeda dari kita.

8. Ketoprak : The Politics of The Past In The Present-Day Java (Politik Masa Lalu untuk Masyarakat Jawa Masa Kini)

1997

Karya/ Editor: Budi Susanto, SJ


Sinopsis :
Buku ini melukiskan sebagian dari peristiwa seni pertunjukan rakyat, ketoprak, dalam masyarakat dan kebudayaan Indonesia di Jawa khususnya. Buku ini berusaha menyajikan kepada para pembaca yang bersedia untuk menghargai  sebuah komunitas-para pemain dan penonton ketoprak. Tujuan lain dari buku ini adalah untuk menjawab tuduhan pihak yang suka meremehkan bahwa kebanyakan pertunjukan ketoprak tidak mementaskan sebuah kesenian (adiluhung) yang sesunguhnya. Pada umunya, suatu komunitas ketoprak bukanlah sekelompok musuh yang nekad berusaha menggusur para penguasa. Mereka adalah sesama makhluk manusiawi yang biasa dan berada di samping kiri dan kanan masyarakat biasa dalam hidup sehari-hari. 

Ketoprak tidak sekedar membantu massa rakyat untuk membaca kata-kata yang terlihat, namun mengajak untuk ikut menulis. Daripada sekedar mengandaikan bahwa bahasa atau lebih tepatnya (budi) bahasa adalah dimadsudkan untuk berkomunikasi tentang beberapa kebenaran dari dunia ini adalah lebih baik untuk memperhatikan bahasa sebagi yang memudahkan, mencontohkan atau menyinggung sesuatu yang sesungguhnya tak mudah dijelaskan. Ketoprak adalah teater rakyat yang bisa dijadikan sebagai kesempatan praktek untuk melambangkan sesuatu karena sesungguhnya ketoprak tidak pernah memiliki naskah baku; inilah kemenangan dari hal yang menandakan atas yang ditandakan. 

9. Kekayaan (Agama) & Kekuasaan : Identitas dan Konflik di indonesia (Timur) Modern

1998

Karya/ Editor: Dr. P.M. Laksono, Drs. Theo Van Den Broek, OFM, Dr. Budi Susanto, S.J. Drs. A. Made Tony Supriatma


Sinopsis :
Menjadi lain tidak perlu berarti ber-lawan-an atau bahkan membuat ber-musuh-an anatar pihak-pihak yang sering terlanjur dibeda-bedakan antara apa yang digolongkan : Barat dan Timur, Pusat dan Pinggiran, Maju dan Terbelakang dan seterusnya. 

Dua tulisan utama dalam buku ini bercerita tentang daerah daerah Kei dan Irian Jaya yang mengungkapkan kecakapan berkomunikasi (yang interaktif, kreatif , demokratis) dari masyarakat dan lebudayaan setempat. 

“Kelainan” masyarakat dan kebudayaan di kawasan Indonesia Timur yang sedang memper-cakap-kan modernisasi pembangunan justru menunjuk bahwa mereka masih “kaya-raya) untuk secara praksis mampu menemukan Landasan Bersama (tradisi Kei) dan/ atau Lembaga Perantara (tradisi Irian Jaya) ketika menghadapi aneka ragam kenyataan dan pernyataan hidup sosial. 

Buku ini berguna bagi para penguasa, pengusaha dan cendikiawan (termasuk kalangan agama) yang sedang mempunyai (per)hati(an) terhadap kekaya-rayaan dari kawasan yang “lain” dari Kawasan “Barat” Indonesia. 
 

10. Perempuan dan Politik Tubuh Fantastis

1998

Karya/ Editor: Primariantari, Rika Pratiwi, Ilsa Nelwan, Gail Maria Hardy

Sinopsis :
Zaman modern dengan insutrialisasi dan urbanisasi telah membuat tubuh manusia lebih dipahami sebagai sebuah mesin dengan kekuatan dan kapasitas daya kerja yang terukur dan diatur-atur. Tubuh manusia modern menjadi perlu dimanfaatkan secara industrious (berlebihan) dan fantastis demi kepentingan pihak-pihak tertentu!

Mengingat-ingatkan tentang fantasi tubuh modern tersebut –terutama bukan milik kaum “bukan lelaki”- sesungguhnya adalah upaya untuk melupakan bahwa tubuh-tubuh ciptaan Yang Maha Baik itu tidak massal, manusiawi, yang selama ini terdiskriminasi dalam jenis-jenisnya begitu saja. 

Mengingat penting dan mendesaknya kajian atas keberadaan tubuh modern tersebut, empat penulis buku ini memperbincangkan tubuh manusia dengan madsud bukan asal menggusur berbagai mitos pernyataan- masak-macak-manak atau sumur-dapur-kasur- yang selama ini dilekatkan pada tubuh perempuan. Satu kesamaan yang ingin ditentangkan dan dikaji ulang dala perbincangan monografi ini adalah kebisuan para pemilik tuuh berjenis itu sendiri; baru kemudian kecurangan atau kejahatan pihak lain! 
 

11. Imajinasi Penguasa dan Identitas Postkolonial : Siasat Politik (Kethoprak) Massa Rakyat

2000

Karya/ Editor: Budi Susanto,SJ


Sinopsis :
Meskipun memperbincangkan tentang masa lalu, buku ini tidak bermadsud menemukan kebenaran sejarah. Buku ini juga tidak sekadar menunjuk peristiwa dan kenyataan demi membenarkan pernyataan kalangan elite modern bahwa kesenian adalah demi seni atau kesenian adalah cermin kehidupan (dan sebaliknya) atau bahkan kesenian adalah gerakan politik. 


Sebagai suatu (seni)  pertunjukan tentang masa lalu, kethoprak ternyata malah membuat pernyataan-pernyataan pembenaran modern tentang keaslian, identitas dan penampilan dari kalangan yang bukan massa rakyat, maka perlu untuk dikaji ulang. 


Kajian postkolonial mengungkap bahwa kata-kata, gagasan dan kenyataan bukanlah 3 hal yang berbeda dalam urutan hierarki kebenaran. Waspada terhadap konstruksi pembenaran modern tentang “masa lalu” tersebut, buku ini menyajikan gagasan bahwa pementasan sandiwara kelihatannya enampilkan kenyataan sehari-hari, tetapi sebenarnya tidak. Pemutaran film tidak menampilkan kenyataan sehari-hari dan sesungguhnya memang tidak berkaitan dengannya. Tontonan ketoprak kelihatannya saja tidak berkaitan dengan, tetapi sesungguhnya ia tidak terlepas dari, kenyataan hidup sehari-hari.