THE ROLES OF SRIWIJAYA ON DEVELOPING BORDERLESS CIVILIZATION
Bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia di New Delhi dan LPPM Universitas Sanata Dharma, Lembaga Studi Realino menggagas seminar dengan ide awal soal kosmopolitanisme masa lalu pada 3 Agustus 2017. Tema kosmopolitanisme ini terus dikembangkan dengan menempatkan konteks masa kini yang tampak semakin tajam dalam membuat kotak-kotak yang kaku berdasarkan identitas kelas sosial, agama dan ras. Lenturnya peradaban Nalanda-Sriwijaya yang menjadi tema khusus dalam seminar, sebagaimana ditulis Iwan Pranoto, Atase Kebudayaan dan Pendidikan di KBRI New Delhi, “Keunikan utama Nalanda pada keterbukaannya terhadap gagasan asing. Nalanda merupakan oase perjumpaan sejumlah peradaban dari berbagai penjuru dunia, terbuka terhadap gagasan liyan, sekaligus tak henti menebarkan pengetahuan.”
Seminar ini diisi oleh Andrea Acri dari Ecole Pratique des Hautes Etudes, Section des Sciences Religieuses Department dan Hudaya Kandahjaya dari Bukkyō Dendō Kyōkai America, sebuah lembaga yang mempromosikan Budhisme. Ceramah umum ini dimoderatori Iwan Pranoto yang juga mengenal baik Nalanda maupun Sriwijaya. Jumlah peserta yang mendaftar sejumlah 120 orang, meski hanya 95 orang yang hadir.
Dimulai pada pukul 09.00 oleh Pembawa Acara, yaitu Albertus Harimurti, dengan dua penceramah, yakni Andrea Acri dan Hudaya Kandahjaya, dengan dimoderatori Iwan Pranoto. Sebelumnya didahului dengan sambutan dari Windarto selaku ketua panitia dan Iwan Pranoto selaku Atikbud KBRI di New Delhi, India. Ceramah dan tanya jawab berlangsung dua jam. Dilanjutkan dengan pemutaran film “Belajar dari Borobudur” (Learning from Borobudur) yang diberi pengantar oleh Y.I. Iswarahadi, S.J. Acara ini dihadiri oleh Rektor Universitas Sanata Dharma (USD), J. Eka Priyatma. Di akhir acara, sebelum makan siang pada pukul 13.00, ada penyerahan kenang-kenangan dari LSR dan Atikbud KBRI di New Delhi, India kepada Andrea Acri dan Hudaya Kandahjaya serta dari Atikbud KBRI di New Delhi, India, ke LSR